Best Practice - Acapella Cups
PENGALAMAN TERBAIK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA INGGRIS PESERTA DIDIK KELAS X DENGAN METODE ACAPELLA CUPS DI SMAN 14 PADANG
Disajikan pada Lomba Penulisan Best Practice Guru
dalam Tugas Pembelajaran di Sekolah
oleh
VERASTUTY, S.S, M.Kom
NIP. 19790218 200901 2 003
GURU BAHASA INGGRIS di SMAN 14 PADANG
BIDANG PEMBINAAN SMA DINAS PENDIDIKAN
PROPINSI SUMATERA BARAT
TAHUN 2019
Naskah Laporan Pengalaman Terbaik (Best Practice) Guru ini Judul :
Pengalaman Terbaik Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Inggris Peserta Didik Kelas X Ips dengan Metode Acapella Cups di SMAN 14 Padang
Penulis : Verastuty, S.S, M.Kom
Jabatan : Guru mata pelajaran Bahasa Inggris
Sekolah : SMA Negeri 14 Padang
Kabupaten/Kota : Padang
Provinsi : Sumatera Barat
benar-benar merupakan karya asli saya dan tidak merupakan plagiasi. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Mengetahui,
Kepala SMAN 14 Padang Penulis,
Azwarman, S.Pd, M.MVerastuty, S.S, M.Kom
Nip. 19680116 199512 1 002 NIP. 1970218 200901 2 003
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas Rahmat dan Berkah Allah SWT yang mengizinkan penulis untuk menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Pengalaman Terbaik Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Inggris Peserta Didik Kelas X Ips dengan Metode Acapella Cups di SMAN 14 Padang “. Walaupun ada beberapa kendala yang muncul ketika mengerjakan penelitian ini, namun Alhamdulillah penulis berhasil menyelesaikannya tepat waktu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala SMAN 14 Padang dan pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat atas izin dan dukungannya. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan semua rekan kerja di SMAN 14 Padang yang telah mendukung dan membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Besar harapan penulis agar tulisan ini dapat membantu rekan kerja dan teman sejawat lainnya untuk dapat meningkatkan metode atau strategi lain agar dapat mengajarkan “critical thinking” pada peserta didik dengan kemampuan bahasa Inggris di bawah standar kurikulum.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam tulisan ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran yang bersifat membangun agar kedepannya penulis dapat memperbaiki karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pada pembaca pada umumnya.
Penulis
Verastuty, S.S, M.Kom
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
|
iii
|
Daftar Isi
|
iv
|
BAB I PENDAHULUAN
| |
A. Latar Belakang
|
1
|
B. Masalah
|
3
|
C. Cara Penyelesaian Masalah
|
3
|
D. Simpulan dan Rekomendasi
|
8
|
E. Pelajaran yang Diperoleh
|
8
|
Daftar Pustaka
| |
Daftar Gambar
| |
A. Latar Belakang Masalah
Belajar adalah sebuah proses pengalaman berpikir dan pematangan jiwa serta mengasah kemampuan individu. Dalam proses belajar, setiap individu diminta untuk berfikir baik untuk menjawab persoalan yang disajikan ataupun menemukan suatu hal.
Proses pembelajaran di sekolah pada saat ini di minta untuk mengacu pada empat kecerdasan abad 21, yaitu Critical Thinking and Problem Solving (Cara berfikir kritis dan pemecahan masalah), Creativity and Innovation (kreatifitas dan inovasi), Communication (komunikasi), Collaboration (kolaborasi). Hal ini dikarenakan empat kecerdasan abad 21 tersebut adalah pondasi agar generasi muda mampu menjawab tantangan yang berkembang di masa depan.
Critical thinking sering dianggap sebagai salah satu kecerdasan yang berasosiasi dengan peserta didik dengan kecerdasan tingkat tinggi. Pemahaman ini sangat kental ada pada pemikiran para guru. Hal ini terlihat dari keengganan para guru memasukkan point “critical thinking” dalam rencana pengajaran mereka.
Kemampuan berpikir kritis adalah sebuah kemampuan berpikir dengan kritis dimana peserta didik memiliki kemampuan untuk menghasilkan ide kreatif dan menghubungkan antar ide yang satu dengan ide yang lain hingga dapat menghasilkan ide baru yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya (Sitorus & Masrayati, 2016).
Kemampuan berpikir kritis juga membuat seseorang mampu mengidentifikasi permasalahan yang muncul disekelilingnya dan mampu menganalisis akar masalah tersebut. Dengan demikian, seseorang mampu memandang masalah dari sudut pandang yang berbeda dan menyelesaikan masalah tersebut. (Lubart, 2010)
John Hughes menyatakan dalam artikelnya pada website ngl.cengage.com “The challenge therefore is to include activities and tasks which encourage lower and higher order thinking but which are achievable with language at an elementary or pre-intermediate level, an even at beginner level in some situations.” Yang bermakna “Tantangannya adalah tidak hanya memasukkan kegiatan dan tugas yang mendorong pemikiran tingkat rendah dan tinggi tetapi juga yang dapat dicapai dengan bahasa pada tingkat dasar atau pra-menengah, bahkan pada tingkat pemula dalam beberapa situasi.”
Dalam penerapannya di SMAN 14 Padang, dimana intake peserta didik yang masuk dapat dikatakan pada level menengah ke bawah, penulis menemukan banyak kendala terutama dalam menyusun sebuah rencana pembalajaran critical thinking yang dapat diikuti oleh semua peserta didik.
Ketika mengikuti seminar dan membaca tentang literasi tentang critical thinking penulis sangat ragu dan tidak yakin dapat mengajarkan hal ini pada peserta didik. Karena untuk melaksanakan sebuah metode pembelajaran critical thinking sangatlah diperlukan peserta didik dengan kemampuan level atas, minimal level menengah keatas. Karena dalam pengajaran critical thinking, peserta didik dituntut untuk menganalisis suatu masalah.
Keraguan penulis di tambah lagi karena kebanyakan peserta didik yang penulis ajar tidak memiliki percaya diri dalam belajar Bahasa Inggris. Anggapan bahwa pelajaran Bahasa Inggris sangat sulit begitu melekat dibenak mereka. Jika diminta untuk bicara dalam Bahasa Inggris maka mereka tidak mau dan malu untuk melakukannya. Kenyataan ini membuat penulis semakin tidak yakin dapat memasukkan critical thinking dalam proses pembelajarannya.
Kegamangan penulis terjawab ketika mengikuti sebuah seminar online tentang pengajaran critical thinking untuk peserta didik level bawah. Dari seminar inilah penulis belajar bangaimana memasukkan critical thinking dalam proses belajar mengajar dan juga ingin mengembangkan sebuah strategi mengajar critical thinking yang dapat diikuti oleh semua kalangan peserta didik dan tetap menjadi sebuah proses mengajar yang aktif dan menyenangkan. Dalam proses pembelajaran, untuk memasukkan cara berfikir kritis (critical thinking), adalah penting untuk memasukkan aspek keterampilan lainnya agar pembelajaran dapat lebih bervariasi dan menyenangkan. Dalam hal ini penulis memasukkan aspek keterampilan kreatifitas dan inovasi (Creativity and Innovation). Walaupun tentu saja dalam pelaksanaannya aspek kerjasama (collaboration) dan komunikasi (Communication) tetap terintegrasi.
Dengan pembelajaran pembelajaran abad 21 ini, diharapkan peserta didik termotivasi belajar Bahasa Inggris, sehingga peserta didik diharapkan memperoleh bekal untuk mengarungi dan menghadapi tantangan dunia masa depan.
B. Masalah
Adapun beberapa masalah yang muncul adalah:
1. Bagaimana meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar Bahasa Inggris, terutama dalam aspek bicara.
2. Bagaimana meningkatkan berfikir kritis dan kreatifitas sebagai salah satu item dalam 21st century Life Skill peserta didik dalam menghadapi tantangan yang diberikan.
C. Cara Penyelesaian Masalah
ü Tahapan Penyelesaian Masalah
Best practice ini difokuskan pada permasalahan yang muncul, yaitu motivasi belajar berbicara Bahasa Inggris peserta didik yang di nilai penulis masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan para peserta didik yang terlihat sangat enggan dan malu untuk berbicara dalam bahasa Inggris apalagi jika harus tampil ke depan. Bahkan, untuk menjawab pertanyaan dari guru ataupun jika diminta untuk bertanya sesuatu tanpa harus tampil ke depan kelas, mereka terlihat tidak percaya diri.
Berdasarkan hasil pengamatan awal ini, penulis memutuskan untuk mengganti tekhnik mengajar yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan juga rasa percaya diri peserta didik ketika belajar Bahasa Inggris.
Selain itu, penulis juga ingin memasukkan salah satu keterampilan abad 21 yaitu cara berpikir kritis (critical thinking) dan kreatif (creative) dalam pembelajaran agar peserta didik dapat belajar untuk menggunakan pemikiran dan kreativitas mereka sendiri saat mendapatkan tantangan. Diharapkan tekhnik ini juga dapat meningkat motivasi belajar peserta didik itu sendiri.
Untuk menyelesaikan permasalahan di atas, penulis memutuskan untuk memulainya pada KD 3.9 dan 4.9 dengan tema “Song”. Tema ini di pilih oleh penulis karena mayoritas peserta didik sangat menyukai lagu atau musik. Selain itu, pada usia remaja ini mayoritas peserta sedang tumbuh dengan keadaan emosi dan enerji yang meluap-luap, sehingga penulis akan menambahkan sebuah tarian/ gerak tubuh agar suasana kelas lebih menyenangkan.
Penting sekali bagi pendidik untuk memahami karakteristik para peserta didiknya agar metode yang dirancang sesuai dan tepat, sehingga tercipta sebuah proses belajar mengajar yang bisa diterima dan merangkul semua peserta didik. Sehingga tidak ada peserta didik yang merasa tidak mampu ataupun tidak bisa.
Hal-hal yang tersebut di atas membuat penulis ingin membuat sebuah rencana pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan dan bernuansa dunia remaja. Sehingga hasil akhir setelah mengikuti pembelajaran yang diharapkan adalah para peserta didik memiliki motivasi dalam belajar bahasa Inggris dan memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tantangan yang diberikan guru dengan berpikir kritis.
Beberapa alat yang diperlukan untuk kegiatan belajar ini adalah :
1. Kertas kecil yang berisi potongan lirik lagu.
2. Speaker.
3. Laptop atau Hp android.
4. Infocus.
5. Kamera.
6. Cangkir plastik sebanyak peserta didik.
7. Mp3 dan video klip lagu yang akan digunakan.
ü Langkah-langkah Pelaksanaan Best Practice
Adapun tahapan operasional pelaksanaan meningkatkan motivasi belajar dan peserta didik menggunakan lirik lagu dan musik adalah sebagai berikut:
Pada pertemuan pertama KD 3.9 dan 4.9, sebelum PBM, guru memberikan lirik lagu yang akan digunakan pada saat PBM pada peserta didik agar mereka dapat mencari arti dari lirik lagu tersebut di rumah masing-masing.
v Kegiatan Awal (10 menit)
Ø Berdoa dan bersyukur kepada Allah SWT atas kesempatan untuk belajar dan beribadah.
Ø Menyapa dan mencek kehadiran para peserta didik.
Ø Mengulang materi sebelumnya.
Ø Meminta peserta didik duduk dengan kelompoknya masing-masing.
v Kegiatan Inti (70 menit)
Ø Meminta peserta didik kembali bekerja dalam kelompoknya. Kali ini tugas peserta didik adalah mendengarkan lagu yang diputar, lalu menyusun potongan kertas yang bertuliskan potongan lirik lagu hingga membentuk sebuah lirik lagu yang utuh.
Ø Membagikan kertas yang telah dipotong-potong yang berisi lirik lagu.
Ø Memperdengarkan lagu dan peserta didik mulai menyusun potongan kertas yang berisi lirik lagu.
Ø Memeriksa hasil kerja peserta didik dan memberikan komen dan perbaikan jika perlu.
Gambar 1. Peserta didik mendengarkan Lagu yang diputar dan menyusun lirik lagu
Gambar 2. Peserta didik mendengarkan komen dari guru dan melakukan perbaikan
(Pada sesi ini, guru sengaja tidak memberikan potongan lirik lagu dengan utuh, namun ada yang di kurangi dan dilebihkan. Sehingga ketika peserta didik sadar bahwa kelompoknya kekurangan kertas lirik dan juga ada kertas lirik yang berlebih. Kondisi ini diharapkan peserta didik mau berusaha memecahkan masalahnya dan belajar menggunakan 21st Life Skill ). Selanjutnya guru :
Ø Membagikan kertas-kertas kecil yang berisi penggalan-penggalan dari lirik lagu.
Ø Memberikan instruksi kepada peserta didik agar mendiskusikan dalam kelompoknya selama 5 menit bagaimana gerakan dari penggalan lirik lagu yang diberikan.
Ø Meminta peserta didik untuk menampilkan gerakan dari penggalan lirik lagu hasil diskusi kelompoknya.
Ø Setelah semua melakukan gerakan sesuai dengan penggalan lirik lagu yang diberikan, Guru memutar video yang berisi gerakan dari lirik lagu.
Ø Semua mengamati gerakan yang ditampilkan di video.
Ø Semua menirukan gerakan tersebut (menari bersama).
Gambar 3.a, b, dan c berikut adalah Peserta didik melakukan tantangan guru yang berupa melakukan gerakan dari penggalan lirik lagu yang diberikan.
Gambar 3.a Gambar 3.b
Gambar 3.c
v Kegiatan Akhir (10)
Ø Memberikan penguatan dan apresiasi pada para peserta didik atas keberhasilan mereka dalam melakukan tantangan yang diberikan.
Ø Meminta pendapat dan memancing peserta didik menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan dan menghubungkan dengan penguatan akan keterampilan abad 21.
Tahapan belajar pada pertemuan kedua KD 3.9 dan 4.9 adalah :
v Kegiatan Awal (10 menit)
Ø Berdoa dan bersyukur kepada Allah SWT atas kesempatan untuk belajar dan beribadah.
Ø Menyapa dan mencek kehadiran para peserta didik.
Ø Mengulang materi sebelumnya.
Ø Meminta peserta didik duduk dengan kelompoknya masing-masing.
v Kegiatan Inti (70 menit)
Ø Melatihkan cara melakukan acapella cups.
Ø Membagikan cangkir plastik untuk digunakan oleh semua peserta didik.
Ø Meminta peserta didik melakukan dan melatih acapella cups dengan kelompoknya.
Ø Berkeliling untuk memastikan semua peserta didik mau dan mengerti cara melakukan acapella cups.
v Kegiatan Akhir (10)
Ø Memberikan penguatan dan apresiasi pada para peserta didik atas keberhasilan mereka dalam melakukan tantangan yang diberikan.
Ø Meminta pendapat dan memancing peserta didik menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan dan menghubungkan dengan penguatan akan keterampilan abad 21.
Ø Memberikan tugas agar peserta didik membuat video clip acapella cups dengan lagu Bahasa Inggris.
D. Simpulan dan Rekomendasi
· Simpulan
Kesimpulan yang didapat dari kegiatan ini adalah memasukkan critical thinking dalam proses pembelajaran bagi peserta didik tingkat rendah ternyata tidaklah sulit. Dengan metode yang tepat dan sesuai dengan karakter peserta didik, maka pembelajaran yang di rancang akan menjadi sebuah moment yang menyenangkan bagi para peserta didik.
Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah peserta didik yang tadinya tidak mau tampil ke depan dan akhirnya mau menampilkan tantangan yang diberikan oleh guru. Walaupun beberapa dari mereka masih terlihat malu-malu, tetapi mereka tetap tampil dengan semangat. Yang mengesankan adalah tidak ada peserta didik yang sama sekali tidak mau tampil, padahal kegiatan ini tidak mengambil nilai.
· Rekomendasi
Terakomodirnya semua karakteristik peserta didik dalam pembelajaran adalah hal yang sangat penting sehingga semua peserta didik termotivasi dan merasa mampu dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Selain itu, dirasa perlu bagi sekolah untuk memberdayakan dan mendorong para guru agar merancang sebuah pembelajaran yang menyenangkan dan aktif. Sehingga semua peserta didik dapat belajar dengan bahagia.
Tambahan lagi, adalah perlu diadakannya in-house training bagi para guru agar bisa saling berbagi pengalaman dalam melakukan pembelajaran yang efekti, aktif dan menyenangkan.
E. Pelajaran yang Diperoleh (Lesson Learned)
ü Hasil yang Dicapai
Setelah melaksanakan kegiatan ini, guru dapat melihat beberapa hasil yang menggembirakan, yaitu Peserta didik mau menjawab tantangan yang diberikan oleh guru. Dari 312 peserta didik, hanya 6 peserta didik yang tidak mau menjawab tantangan guru (pertemuan 2).
Selain itu, pada pertemuan 1 peserta didik berusaha untuk memecahkan masalah yang ada dihadapan mereka dengan bekerjasama dengan kelompoknya dan kelompok lain. Bahkan tanpa disadari peserta didik sudah menerapkan 21st century Life Skill dalam menjawab dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Secara keseluruhan dengan melihat dari ekspresi peserta didik dan semangat belajar selama proses belajar mengajar berlangsung, nampak kegiatan belajar lebih efektif dan menyenangkan dengan memasukkan 21st century Life Skills.
ü Nilai Penting dan Kebaruan Best Practice
Bagi penulis sendiri, memasukkan keterampilan abad 21 dalam proses belajar mengajar bukanlah hal yang mudah. Namun, dengan melihat hasil yang dicapai membuat penulis semakin percaya diri bahwa tak ada peserta didik yang berkemampuan rendah. Mereka hanya belum belajar dan terbiasa. Jika guru bisa menemukan strategi yang pas dan cocok, maka peserta didik tersebut dapat menjelma menjadi sebuah kelompok yang hebat.
Faktor-faktor pendukung yang penulis jumpai adalah :
1. Kepala Sekolah yang mendukung terlaksananya ide ini dan memberi izin untuk merubah tata letak kursi dan meja.
2. Teman sejawat yang memahami dengan terlaksananya kegiatan ini. Karena tentu saja, selama kegiatan berlangsung, suasana kelas akan gaduh.
3. Para wakil yang mendukung terlaksananya kegiatan ini dengan mengizinkan guru memakai lapang basket jika ketika kegiatan ini tidak mungkin dilaksanakan di dalam kelas karena kelas sebelah/ sebrang akan melakukan ulangan atau test.
Sedangkan beberapa kendala yang dihadapi, yaitu :
1. Jika kelas sekitar ada yang akan/ sedang melakukan test atau ulangan harian, maka pelaksanaan pembelajaran harus menggunakan kelas lain atau lapangan basket.
2. Peserta didik sering kali begitu bersemangat sehingga tanpa sadar bicara dengan suara yang keras hingga mengganggu group lain.
3. Guru perlu survey atau mendalami tentang karakteristik peserta didik kelas yang akan diajarnya terlebih dahulu agar tercipta proses pembelajaran sesuai target yang diinginkan.
ü Tindak Lanjut
Ø Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian serupa.
Ø Penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi guru lain bahwa menerapkan critical thinking tidaklah sulit.
Ø Penelitian ini diharapkan menjadi motivasi bagi tenaga pengajar lain untuk selalu memasukkan critical thinking dalam rencana pengajarannya.
Ø Dengan kemajuan teknologi saat ini, strategi ini memungkinkan untuk divideokan dan dishare baik pada teman sejawat di sekolah maupun lain sekolah.
Ø Guru dapat membuat variasi dari kegiatan ini sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
Ø Dengan bantuan internet, guru dapat berkolaborasi dengan guru lain dibelahan dunia lain agar strategi ini dapat disempurnakan
Adapun manfaat yang diperoleh dari pengalaman best practice yang telah dilakukan adalah :
v Keberhasilan Best Practice ini diharapkan membuat peserta didik termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris dan mengembangkan potensi Critical thinking dan sikap kerjasama.
v Best practice ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi guru lain bahwa menerapkan 21st century Life Skill tidaklah sulit.
v Best practice ini diharapkan menjadi motivasi bagi tenaga pengajar lain untuk selalu memasukkan 21st century Life Skill dalam rencana pengajarannya.
v Dengan metode yang tepat, sebuah proses pembelajaran dengan 21st century Life Skill menjadi sebuah proses belajar yang menyenangkan, aktif, kreatif dan efektif.
v Best practice ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian serupa.
F. Daftar Pustaka
Lubart, T.I (2010). Models of the Creative Process: Past, Present and Future. Creative Research Journal, 13 (May 2013), 37 – 41.
Sitorus, J., & Masrayati. (2016). Students’ creative thinking process stages: implementation of realistic mathematics education. Thinking Skill and Creativity, 1-14.
Hughes, John (2018). HOW TO INTEGRATE CRITICAL THINKING AT LOWER LEVELS.
http://ngl.cengage.com/infocus/index.php/2018/03/07/integrate-critical-thinking-lower-levels/
G. Daftar Gambar
Gambar 1. Peserta didik mendengarkan Lagu yang diputar dan menyusun lirik lagu
Gambar 2. Peserta didik mendengarkan komen dari guru dan melakukan perbaikan
Gambar 3a, 3b, 3c. Peserta didik memperagakan lirik lagu yang didengar sesuai dengan pemahamannya
Comments
Post a Comment